Oleh: ikanbijak | Agustus 22, 2015

[TERIOS] Menemukan Indonesia di Perbatasan Pulau Sebatik

twitter daihatsuvivalogdaihatsu fbbukti

Hari itu hari Senin, tepat pada tanggal 17 Agustus 2015, hari dimana seluruh rakyat Indonesia akan merayakan Hari Kemerdekaan yang ke-70. Karena pada hari itu juga, saya bermaksud menyaksikan detik-detik pengibaran sang saka Merah Putih di Pulau Sebatik, salah satu pulau kecil terluar yang berbatasan dengan Malaysia, baik batas darat maupun batas laut.

Pukul 07.00 WITA, saya meninggalkan salah hotel di kota Nunukan menuju Pelabuhan Sei Jepun, salah satu pelabuhan penyeberangan antar pulau di Kabupaten Nunukan. Mengingat, semua hotel yang ada di Pulau Sebatik sudah dipenuhi tamu-tamu yang akan mengikuti upacara 17 Agustus, baik tamu dari Pusat maupun dari Kabupaten Nunukan itu sendiri. Perahu tradisional bermesin 20 PK bergerak perlahan meninggalkan Pelabuhan Sei Jepun menuju Pelabuhan Mantikas di Desa Binalawan-Pulau Sebatik, karena jaraknya cukup dekat, perjalanan lautpun hanya menyita waktu sekitar 20 menit. Sebagai informasi, untuk jasa penyeberangan publik cukup merogoh kocek sebesar Rp 20.000 per orang, dan bagi yang buru-buru bisa sewa perahu tersebut dengan harga Rp 150.000 per kapal.

Pintu Masuk Pulau Sebatik

Pintu Masuk Pulau Sebatik

Bendera merah putih berkibar di dermaga kayu Pelabuhan Mantikas yang menjadi pintu masuk Pulau Sebatik. Kanan-kiri dermaga berjejer rumah-rumah panggung khas Sulawesi Selatan. Mengingat, penduduk pulau ini didominasi oleh suku-suku dari Sulawesi Selatan, yang sudah menetap secara turun-temurun. Bahkan, Pulau Sebatik pertama kali dibuka oleh suku-suku dari Provinsi Sulawesi Selatan.

Setiba di ujung dermaga kayu Pelabuhan Mantikas, saya disambut antrian kendaraan yang siap mengantar ke Sungai Nyamuk yang menjadi pusat kota Pulau Sebatik dengan ongkos hanya Rp 50.000 per orang, namun bila sewa kendaraan biayanya sebesar Rp 200.000 sekali antar. Perjalanan kali ini berbeda dengan yang saya rasakan 5 tahun sebelumnya, kini jalanan sudah bagus, meski terdapat kerusakan di beberapa titik. Dulu, dengan kondisi jalan yang sangat rusak parah, rute perjalanan darat Mantikas – Sungai Nyamuk membutuhkan waktunya setidaknya 2 jam. Namun sekarang, dengan kondisi yang sudah membaik, cukup membutuhkan waktu hanya 1 jam. Perkembangan tidak hanya terjadi pada infrastruktur jalan, akan tetapi juga perekonomian masyarakat pulau, dimana sepanjang perjalanan akan banyak ditemukan perkebunan sawit yang mengisi lahan-lahan di perbukitan Pulau Sebatik.

Upacara di Perbatasan

Sebelum upacara dimulai, saya sudah sampai di Sungai Nyamuk sehingga sempat mengabadikan peserta upacara memasuki lapangan, mulai dari barisan para tentara penjaga perbatasan, pegawai negeri sipil hingga para pelajar. Selain barisan resmi peserta upacara, warga yang sejak pagi berduyun-duyun mendatangi lokasi upacara hampir memenuhi kanan-kiri lapangan upacara. “upacara kali ini cukup ramai, karena banyak dihadiri dari pusat”, tutur salah satu tentara yang bertugas menjaga keamanan pelaksanaan Upacara. Keriuhan warga ini menunjukan bahwa perayaan kemerdekaan adalah milik bersama.

Sementara itu, derap langkah pasukan pengibar bendera yang menyisakan debu-debu di musim kemarau, bergerak dengan penuh percaya diri memasuki tengah lapangan. Tanpa kendala apapun, sang saka berhasil dikibarkan dengan tiupan angin yang cukup kencang. Sehingga kibaran bendera merah putih seakan-akan senantiasa akan berkibar di perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah upacara berakhir, acara-acara hiburan telah siap diikuti oleh ratusan pengunjung, mulai panjat pinang, tarik tambang, dan lain sebagainya.

Pengibaran Bendera Merah Putih

Pengibaran Bendera Merah Putih

 

Tapal Batas

Setelah menyaksikan suka cita warga di perbatasan, saya pun mengunjungi tapal batas, yaitu tapal 2 dan tapal 3. Untuk menuju tapal 2, kita akan menaiki perbukitan daratan Pulau Sebatik yang memiliki batas darat dengan Malaysia. Mengingat, Pulau Sebatik adalah satu daratan dengan dua negara. Dari tapal 2 ini, saya melihat kepulan asap pabrik pengolah kelapa sawit. “meski berada di daratan yang sama, warna negara Indonesia tidak bisa menjual kelapa sawit ke perusahaan pengolah minyak tersebut”, papar Aziz yang bertugas sebagai penyuluh perikanan. Hal ini dikarenakan, kelapa-kelapa sawit yang dihasilkan petani Indonesia tidak memiliki sertifikat orisinalitas bibit. Oleh karena itu, sawit-sawit dari Pulau Sebatik dibawa ke Tawau – Malaysia lewat laut. Entah kebijakan apa yang memungkinkan pengusaha Tawau menerima hasil kebuh sawit kita.

Matahari semakin bergerak kearah barat, dan kami bergegas menuju tapal 3 yang disana terdapat Pos TNI yang rutin dijaga oleh pasukan TNI AD secara bergiliran 6-7 bulan. Lokasi tapal 3 berada di Desa Aji Kuning, dimana banyak rumah penduduk berada di 2 wilayah kedaulatan kedua negara. Dimana teras atau beranda depan berada di wilayah NKRI, dan dapurnya berada di wilayah Malaysia. Namun hal ini tidan meniumbulkan konflik. Tidak jauh dari tapal 3 ini terdapat dermaga kayu yang sangat sederhana, dimana sering digunakan oleh penduduk Indonesia dan Malaysia untuk keluar-masuk dari dan ke Sebatik menuju Tawau. Aktivitas ini bisa kita temukan pada saat sore hari, karena air sedang pasang. Mengingat transportasi melalui alur sungai kecil yang hanya dilalui pada saat air sedang pasang

Pos Penjaga TNI AD

Pos Penjaga TNI AD

Nelayan bagan perbatasan

Sebelum pulang saya mampir terlebih dahulu ke salah satu basis nelayan bagan di Desa Tanjung Karang. Nelayan bagan ini melakukan penangkapan ikan di sekitar Karang Unarang yang menjadi titik pangkal batas wilayah NKRI-Malaysia. Salah satu komoditas penting di desa ini adalah ikan teri, yang dikenal dengan sebutan teri Ambalat. Karena bagan-bagan nelayan kita terpasang mulai dari Karang Unarang hingga perairan Ambalat. Keberadaan nelayan bagan di perbatasan ini pernah dijadikan komoditas politik, untuk menutup ruang gerak kapal-kapal patroli aparat Malaysia. Oleh karenanya, tidak sedikit nelayan bagan tersebut kerap didatangi bahkan dipukuli aparat Malaysia. Namun setelah beberapa pasukan penjaga perbatasan Indonesia ditempatkan di pulau ini, kejadian tersebut sudah tidak terulang lagi.

Nelayan-nelayan bagan berangkat pukul 16.00 WITA, dimana satu bagan hanya dioperasikan oleh 2 orang nelayan. Mereka diantarkan oleh perahu yang sudah bekerjasama dengan para nelayan untuk antar jemput. Selama mengikuti perjalanan mengantarkan nelayan ke bagannya masing-masing, perjuangan mereka sungguh sangat luar biasa. Memanggul perlengkapan yang berat dari perahu hingga ke atas bagan. Tanpa ada satu pun yang mengalami kecelakaan terjun bebas ke laut. Bagi kalian yang ingin merasakan enaknya teri ambalat yang sudah kering dalam kondisi terbelah dua, cukup merogoh kocek sebesar Rp 70.000 – 80.000 per kg.

Setelah berpuas diri menyaksikan aktivitas nelayan bagan diperbatasan, saya pun bergegas meninggalkan kampung nelayan tersebut menuju Pelabuhan Mantikas. Namun sebelumnya, saya menyaksikan kehidupan rumah-rumah panggung yang sangat sederhana di Desa Tanjung Karang. Anak-anak nelayan berlarian tanpa ada rasa takut nyemplung ke bawah, sementara ibu-ibu sibuk membersihkan ikan teri olahan.

nelayan bagan sebatik

nelayan bagan sebatik

menaiki bagan


Tanggapan

  1. Sering2 aja muat berita tentang perbatasan2 yg lainnya ya. Sangat menarik!!

    • terima kasih mas alex, saya akan tulis edisi pulau perbatasan lainnya yang pernah dikunjungi

  2. i Love Indonesia

    • always love Indonesia


Tinggalkan komentar

Kategori