PENGUMUMAN TENTANG PENERIMAAN PENYULUH PERIKANAN TENAGA KONTRAK (PPTK) KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN, BADAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN PUSAT PENGEMBANGAN PENYULUHAN TAHUN 2010

02/02/2010 – Kategori : Info Lulusan dan Lowongan Kerja

PENGUMUMAN
Nomor :B. /BPSDMKP.04/TU.210/I/2010

TENTANG
PENERIMAAN PENYULUH PERIKANAN TENAGA KONTRAK (PPTK)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
PUSAT PENGEMBANGAN PENYULUHAN
TAHUN 2010

Dalam rangka mewujudkan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk Menjadikan Indonesia Sebagai Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Tahun 2015, diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mengelola sumber daya kelautan dan perikanan secara efisien dan berkesinambungan demi kesejahteraan bangsa Indonesia. Sumber daya manusia yang handal dan professional merupakan modal dasar bagi pembangunan kelautan dan perikanan.

Mencermati visi Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menjabarkan peningkatan target kuantitatif secara terukur; disamping itu, rincian lanjut berupa sasaran strategis Pusat Pengembangan Penyuluhan KP menjelaskan hal-hal yang harus dicapai, yaitu: Seluruh kawasan potensi perikanan menjadi kawasan MINAPOLITAN dengan usaha yang bankable. Dalam kerangka mewujudkan sasaran strategis dimaksud, maka ditetapkan dua indikator kinerja yang harus diwujudkan oleh Pusat Pengembangan Penyuluhan KP, yaitu:

1. Peningkatan persentase kelompok dengan usaha yang bankable (akses dengan bank);
2. Peningkatan persentase materi penyuluhan menjangkau kawasan minapolitan oleh penyuluh.

Pada tataran penjabaran target keberhasilan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan, yang mencantumkan angka peningkatan produksi perikanan budidaya sebesar 353%; maka tidak ada jalan lain, kecuali menggerakkan seluruh potensi sumber daya manusia kelautan dan perikanan secara bersama melangkah dan menyatukan persepsi. Langkah terobosan yang telah dilakukan Pusat Pengembangan Penyuluhan KP selama beberapa tahun ini adalah merekrut lulusan D III atau D IV atau S1 bidang perikanan, sebagai Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK). Sepanjang tahun 2009, sejumlah lulusan D IV atau S1 bidang perikanan, telah memberikan waktunya mendukung program kelautan dan perikanan sebagai PPTK dengan menandatangani kontrak kerja sebagaimana tercantum dalam surat Keputusan Kepala Pusat Pengembangan Penyuluhan BPSDMKP Nomor SK.001/BPSDMKP.4/KP.350/ 1/2009 dan Nomor SK.003/BPSDMKP.04/TU.210/I/2009; yang menyatakan bahwa seluruh PPTK yang melakukan kontrak kerja pada tahun 2009 telah berakhir masa kontraknya tanggal 31 Desember 2009.

Pada tahun 2010, Pusat Pengembangan Penyuluhan, Badan Pengembangan SDM KP membuka Penerimaan Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak dengan penajaman persyaratan, sehingga memberi keyakinan bahwa PPTK tahun 2010 yang memenuhi persyaratan akan menjadi dinamisator dan penggerak utama yang mampu meningkatkan Pengembangan Penyuluhan dalam mewujudkan dua indikator kinerja tersebut di atas.

Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 harus memenuhi persyaratan dan mengirimkan surat lamaran sesuai dengan petunjuk teknis tentang Penerimaan Penyuluh Perikanan Tenaga Kontrak (PPTK) pada Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010 (terlampir) dan paling lambat sudah diterima oleh panitia di Pusat Pengembangan Penyuluhan tanggal 6 Februari 2010 baik melalui pos ataupun email.

Jakarta, Januari 2010
Pusat Pengembangan Penyuluhan

informasi lebih lanjut : kunjungi www.dkp.go.id

Oleh: ikanbijak | September 30, 2016

Relawan PMI, Pantang Mengulang Bencana

Relawan PMI, Pantang Mengulang Bencana

Palang Merah Indonesia (PMI) senantiasa hadir dalam setiap kebencanaan. Meraka hadir tanpa memandang suku, agama dan ras. Mereka hadir atas nama kemanusiaan. Oleh karenanya sangat wajar, bila selama ini, PMI hanya dipahami sebagai lembaga penolong di saat bencana datang. Padahal, PMI dengan korps sukarelawannya banyak melakukan program mitigase bencana. Tentu saja, hal ini didasari bahwa Indonesia senentiasa diliputi ancaman bencana, baik yang datang dari atas pegunungan maupun dari dataran rendah dan lautan. Ancaman tersebut diperparah dengan isu dan permasalahan perubahan iklim global.

Secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Hal ini dikarenakan, wilayah kepulauan Indonesia berada di jalur vulkanik (ring of fire) yang berisiko terjadinya letusan gunung api. Selain itu, kepulauan Indonesia juga berada di atas kerak bumi yang aktif dimana lima patahan lempeng bumi bertemu, bertumbukan yang mengakibatkan pergerakan bumi Indonesia dinamis. Dengan demikian, bencana alam merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari oleh segenap bangsa Indonesia.

Sementara itu, di wilayah pesisir, bencana alam tidak kalah hebatnya. Salah satunya adalah tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004. Suatu bencana alam yang sangat besar yang tidak akan terlupakan oleh segenap warga Indonesia, bahkan mungkin dunia. Oleh karena itu, sudah semestinya bencana-bencana di wilayah pesisir tersebut menjadi pembelajaran kita bersama. Hal ini dikarenakan, penanganan pasca bencana selalu reaktif tanpa perencanaan.

Bermula dari permasalahan tersebut di atas, Palang Merah Indonesia (PMI) yang mendapatkan donor dari American Red Cross (AMCROS) menggandeng Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan – Instititut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) untuk melakukan Program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA) di wilayah pesisir. Program PERTAMA ini menggunakan pendekatan Integrated Coastal Management (ICM) dalam mulai tahap perencanaan hingga monitoring dan evaluasi. Program utama ini adalah greenbelt untuk ekosistem mangrove dan vegetasi pantai. Adapun lokasi program adalah Kabupaten Aceh Jaya (Provinsi Aceh), Kabupaten Lombok Barat (Provinsi Nusa Tenggara Timur), dan Kabupaten Cilacap (Provinsi Jawa Tengah). Sebagai informasi terakhir, program ini ditambah untuk dua kabupaten, yaitu Kabupaten Demak dan Kabupaten Batang (Provinsi Jawa Tengah).

Kelebihan program PMI dalam memulihkan dan mengurangi risiko bencana di wilayah pesisir ini antara lain, yaitu: Pertama, mengandalkan kelompok masyarakat siaga bencana berbasis masyarakat (SIBAT). Kegagalan program-program rehabilitasi yang dilakukan oleh pemerintah selama ini umumnya bersifat project oriented, tanpa mengindahkan keterlibatan masyarakat lokal yang tinggal di wilayah tersebut. Untuk itu, program rehabilitasi wilayah pesisir yang dilakukan PMI dimulai dengan pembentukan kelompok-kelompok SIBAT. Suatu kelompok masyarakat yang militansinya dibangun secara serius oleh korps sukarelawan PMI. Dalam membangun pengetahuan kelompok SIBAT, dilakukan berbagai pelatihan mulai dari pelatihan pengelolaan pesisir, pelatihan penghijauan hingga pelatihan pengembangan mata pencaharian alternatif.

Pelatihan pengelolaan pesisir dimaksudkan agar para relawan memahami fungsi ekosistem yang ada di wilayah pesisir, terutama ekosistem mangrove yang mampu menahan laju kerusakan yang disebabkan gelombang. Sementara pelatihan penghijauan, membangun pemahaman masyarakat dalam menyiapkan benih, sehingga program tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli benih, karena relawan PMI menyiapkan kebun bibit yang tumbuh di sekitar lingkungan mereka. Sedangkan pelatihan pengembangan mata pencaharian alternative, diharapkan mampu keseimbangan antara kepentingan ekologi dan kepentingan ekonomi. Walau bagaimana pun, relawan PMI memerlukan penghidupan diantara semangat sosialnya yang selama ini dikorbankan. Tentu saja. Pengembangan mata pencaharian alternative tersebut masih terkait dengan kegiatan program di wilayah pesisir.

Kedua, perencanaan ICM berbasis desa. Ketiadaan dokumen perencanaan, menyebabkan penanggulangan bencana bersifat reaktif. Oleh karena itu, program PMI dalam memulihkan lingkungan pesisir dimulai dengan penyusunan dokumen ICM di tingkat desa. Hal ini dalam rangka memperkuat dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa yang dihasilkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa. Dengan demikian, ICM Desa merupakan pelengkap bagi desa dalam membangun masing-masing desa program berdasarkan karakteristik lokalitas isu dan permasalahannya.

Ketiga,  swadaya bibit. Bibit adalah hal utama bagi keberlanjutan program PMI ini. Betapa tidak, kesalahan selama ini, program rehabilitasi selalu mendatangkan bibit dari luar. Padahal, bibit yang dihasilkan dari lokal akan sangat besar peluangnya untuk tumbuh. Hal ini dikarenakan, bibit lokal akan sangat adaptif dengan media tanah atau cuaca lingkungan sekitar dibanding dengan bibit yang didatangkan dari luar wilayah. Selain itu, pengetahuan dan kemampuan SIBAT dalam membangun kebun bibit menjadi nilai lebih, karena mereka dapat mengembangkan program ini sebagai peluang usaha baru dalam menyediakan bibit mangrove atau vegetasi pantai.

Keempat, penyusunan kesepakatan lokal. Dalam rangka menjamin tumbuh kembangnya manggrove dan vegetasi pantai, maka disusun kesepakatan lokal. Adapun untuk pemerintah Desa, maka ditetapkan Peraturan Desa, sementara untuk Pemerintah Kelurahan dibentuk kesepakatan warga yang kemudian ditetapkan oleh Lurah. Kesepakatan ini sangat penting, karena berisi batasan wilayah program greenbelt, aturan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sanksi bagi para pelanggar, dan kelembagaan yang mengawal pelaksanaan kesepakatan lokal ini.

Kelebihan program PMI ini patut menjadi pembelajaran, khususnya oleh pemerintah yang senantiasa melakukan program rehabilitasi pesisir. Jumlah tanam bukanlah hal yang utama dalam program rehabilitasi, melainkan berapa jumlah bibit yang tumbuh dalam suatu program. Semoga militansi korps sukarelawan PMI menyebar keseluruh wilayah pesisir Indonesia, guna menjadikan lingkungan hijau serta sebagai mitigasi bencana atas wilayah pesisir. oleh karena itu, PMI pantang mengulang bencana, dengan cara melakukan mitigasi berbasis ekologi. Akan hal ini terwujud? Semoga.

#LombaEsaiKemanusiaan

 

 

Gula berperan penting dalam menyediakan sumber kalori yang relatif murah, sehingga sebagaian besar masyarakat menempatkan gula sejajar dengan beras, jagung dan kedelai. Oleh karenanya sangat wajar, bila permintaan akan gula tebu kian meningkat. Terlebih seiring dengan meningkatkan jumlah penduduk dan industri lain yang membutuhkan pasokan komoditas gula.

Tingginya kebutuhan gula tercermin dari tren peningkatan luas areal perkebunan tebu, dimana laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terbitan tahun 2015 mencatat bahwa luas areal perkebunan pada tahun 2014 mencapai 472.676 Ha atau mengalami peningkatan sebesar 0,37 persen dibanding produksi tahun 2013. Namun demikian, meski terjadi penambahan luas areal perkebunan tersebut, produksi tebu hanya mampu menghasilkan sebesar 2.575.392 ton atau hanya mengalami kenaikan produksi sebesar 0,86 persen.

Angka produksi gula tersebut masih di bawah produksi yang dicanangkan pemerintah sebesar 2,95 juta ton untuk produksi GKP (gula Kristal putih) dan sebesar 2,74 juta ton untuk produksi gula GKR (gula krital rafinasi). Sementara itu, angka proyeksi produksi gula nasional sebagaimana yang disebutkan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan), Gamal Nasir, yang dilansir dalam laman PTPN X mengungkapkan  bahwa selama empat tahun diperkirakan akan mengalami kenaikan produksi gula sekitar 3%. Pada tahun 2015, produksi GKP diperkirakan mencapai 2,95 juta ton, kemudian meningkat sebesar 2,98 juta ton pada tahun 2016, 3,03 juta ton pada tahun 2017, 3,09 juta ton pada tahun 2018, dan terakhir pada tahun 2019 sebesar 3,14 juta ton. Sementara itu, Gamal Nasir dalam laman PTPN X tersebut menambahkan bahwa dari proyeksi kebutuhan gula nasional pada tahun 2015, kebutuhan gula nasional mencapai 5,77 juta ton, meningkat pada tahun 2016 sebesar 5,97 juta ton, naik sebesar 6,17 juta ton pada tahun 2017, dan pada tahun 2018 sebesar 6,39 juta ton, terakhir 6,61 juta ton pada tahun 2019.

Berdasarkan angka-angka pertumbuhan tersebut, semestinya industri gula mampu berperan penting dalam perekonomian nasional pada umumnya dan kesejahteraan pelaku usaha gula pada khususnya, terutama petani kebun tebu. Ketidakmampuan industri gula nasional tersebut dicerminkan dengan masih rendahnya pasokan kebutuhan gula di dalam negeri. Hal ini sebagaimana diungkap Ratna Winandi Asmarantaka, Dosen Agribisnis IPB (2011), yang menyebutkan bahwa kebutuhan konsumsi gula nasional pada periode tahun 2003-2007 saja, rata-rata sebesar 3,40 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri sebagaimana disebutkan baru mencapai 2,6 juta ton.

Oleh karenanya sangat wajar, bila impor gula masih terjadi hingga saat ini. Dan ironisnya, tidak sedikit gula illegal ikut masuk memenuhi kebutuhan pasokan gula nasional. Ratna juga menambahkan, bahwa kondisi gula nasional kita berbeda dengan Brazil, dimana dari hasil produksi gulanya 31,30 juta ton pada tahun 2008/2009, sekitar 70 persen ditujukan untuk ekspor (Brazilian Agribusiness, 2010). Artinya, apabila permasalahan ini tidak dituntaskan secara utuh dan menyeluruh, maka sampai kapanpun Indonesia akan menjadi lumbung impor gula. Kekhawatiran tersebut sangat beralasan, data BPS 2015 menyebutkan bahwa pada tahun 2014, ekspor gula hanya sebesar 806 ton. Sementara pada tahun yang sama, impor gula mencapai 2.933.823 ton.

Oleh karena itu, perlu upaya revitalisasi industri gula yang progresif dengan memperhatikan keunggulan komparatif dan kompetitif. Keunggulan komparatif merupakan ukuran keunggulan potensial, artinya daya saing akan tercapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi (efisiensi ekonomi) dan melihat manfaat aktivitas bagi keseluruhan masyarakat. Sementara keunggulan kompetitif merupakan kelayakan finansial dari suatu aktivitas, artinya melihat manfaat aktivitas tersebut dari sudut lembaga atau perusahaan secara individu (Oktaviani dan Novianti, 2009).

Adapun upaya-upaya yang harus dilakukan dalam mewujudkan swasembada gula nasional, yaitu: Pertama peningkatan produktivitas dan rendemen tebu, sehingga penggunaan benih unggul sangat diperlukan. Kedua, pencarian lokasi baru dan penambahan areal perkebunan tebu. Hingga saat ini, Jawa Timur masih mendominasi dengan angka areal kebun seluas 219,78 Ha atau 46,50 persen total luasan kebun tebu nasional, disusul oleh Lampung (24,26 persen), Jawa Tengah (11,97 persen), dan Sumetara Selatan (5,09 persen). Ketiga, pemberian kemudahan akses kredit ke lembaga perbankan. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa usaha perkebunan tebu, terutama kebun tebu rakyat memerlukan biaya yang relatif tinggi per hektarnya. Oleh sebab itu, pemberian kredit yang murah dan mudah bagi petani memperolehnya, mutlak diperlukan. Keempat, kerjasama secara integrasi horizontal dan vertikal dalam system agribisnis gula di Indonesia, merupakan upaya untuk meningkatkan daya saing.

 

 

Konsumen Indonesia beberapa tahun terakhir ini dimanjakan dengan bermunculannya toko online (online shopping) atau yang dikenal juga dengan sebutan e-commerce. Pesatnya perkembangan toko online di Indonesia tersebut sangat wajar dan cukup beralasan. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, Pertama, perkembangan wilayah perkotaan yang disertai pertumbuhan jumlah kendaraan sehingga menyebabkan kemacetan. Tentu saja, faktor ini yang menyebabkan penduduk kota malas untuk berbelanja keluar rumah, terlebih ketika di hari libur atau weekend. Kedua, barang-barang yang dijual di toko online umumnya lebih murah dibandingkan dengan barang-barang yang dijual di pertokoan. Selain itu, barang-barang yang dijual online umumnya juga lebih dulu ada. Ketiga, sebagai negara kepulauan, Indonesia yang membentang luas dari Barat (Pulau Sabang, Aceh) hingga Timur (Merauke, Papua) dan dari Utara (Pulau Miangas, Sulawesi Utara) hingga Selatan (Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur), sehingga memudahkan warga Indonesia yang tinggal jauh dari pasar modern untuk mendapatkan barang-barang terbaru dengan harga murah.

Terlepas dari berbagai alasan tersebut, pesatnya pertumbuhan toko online juga didukung oleh bertambahnya pengguna internet, terutama pengguna internet yang menggunakan media smartphone. Selain itu, dunia e-commerce juga didukung oleh semakin bertambahnya pengguna kartu kredit.

Di tengah pertumbuhan toko online tersebut, hadir salah satu toko online yang patut untuk dikunjungi dan menjadi pilihan cerdas, yaitu http://www.boneprice.com/. Tidak seperti halnya toko online biasa, yang hanya menawarkan produk dengan berbagai promosi dan diskon. Boneprice mencoba mengkombinasikan antara jualan produk dengan berbagai informasi yang justru sangat bermanfaat bagi para pengunjung atau konsumen. Sebagaimana toko online lainnya, salah satu fitur standar yang dimiliki adalah katalog produk. Adapun fitur yang terdapat dalam kategori produk dikelompokkan menjadi 11 bagian, yaitu: HP/Tablet, Komputer, Kamera, Multimedia, Elektronik, Bayi/Anak, Pakaian, Beauty, Buku/Hobi, Home/Food, dan Bahan Pokok. Dalam rangka memanjakan pembeli, tersedia fitur promosi dan weekly hotdeal. seperti Ramadhan yang sudah berlalu, boneprice menyediakan fitur khusus, yaitu Ramadhan Best Seller.

Sebagaimana yang telah saya sebutkan sebelumnya, bahwa boneprice tidak hanya sebagaiwebsite jualan yang menawarkan berbagai produk, karena boneprice menyediakan fitur berita dan artikel. Dalam fitur ini tersedia informasi terkait dengan spesisifikasi produk-produk terbaru serta tips & trik perawatan gadget dan berbagai informasi lainnya. Selain itu, juga tersedia fitur “Review Terbaru”. Fitur ini membantu calon pembeli untuk mengetahui perbandingan harga, spesifikasi, review dan forum untuk diskusi. Tentu saja fitur ini sangat membantu pembeli, sehingga pembeli tidak diibaratkan membeli kucing dalam karung. Karena adanya beberapa review produk-produk yang ditawarkan. Oleh karenanya, baik penjual maupun pengelola website boneprice harus senantiasa rajin meng-update informasi di fitur ini.

Sementara itu, boneprice juga menampilkan toko onlinenya. Entah sebagai rujukan, atau untuk membandingkan harga. Dengan adanya website boneprice, kita dapat melakukan “Cari harga termurah” dan membandingkannya dengan toko online lainnya. Selamat berselancar dan berbelanja di boneprice.com.

boneprice.jpg

Oleh: ikanbijak | Juni 25, 2016

Potensi Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Umat

Kemiskinan di Indonesia masih menjadi kendala utama dalam pembangunan nasional. Betapa tidak, menurut data BPS yang dirilis pada Bulan Maret 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 28,59 juta orang atau setara dengan 11,22 persen total penduduk Indonesia. Lebih rinci, BPS mengungkapkan bahwa kelompok masyarakat yang rentan adalah mereka yang tinggal di perdesaan. Hal ini digambarkan dengan terjadinya kenaikan angka kemiskinan masyarakat perdesaan sebesar 13,76 persen pada September 2014 menjadi 14,21 persen pada Maret 2015, sementara masyarakat perkotaan mengalami kenaikan persentase penduduk miskin pada September 2014 sebesar 8,16 persen, menjadi 8,29 persen pada Maret 2015.

Angka penduduk miskin Indonesia tersebut masih cukup tinggi dibandingkan dengan angka kemiskinan Asia Tenggara. Pada tahun 2004 saja, angka penduduk miskin Asia Tenggara hanya sebesat 6,8 persen. Oleh karena itu, dalam rangka meringkan beban Negara atas penduduk miskin Indonesia, sudah saatnya pembangunan nasional berbasis zakat. Hal ini tentu saja, peran umat Islam diharapkan lebih besar, mengingat jumlahnya diperkirakan mencapai 90 persen.

Besarnya potensi zakat Indonesia diungkapkan oleh Ketua Umum  Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Bapak K.H. Didin Hafidhuddin, dimana potensi zakat Indonesia mencapai Rp 200 triliun lebih per tahun (Antara, 29 Juli 2015). Oleh karenanya, Didin Hafidudin berujar bahwa potensi tersebut dapat membantu pemerintah dalam pengentasan kemiskinan. Namun demikian, besarnya potensi zakat tersebut, pengumpulannya masih belum optimal, karena baru mencapai 15 persen. Hal ini dikarenakan, kompleksitas permasalahan pengumpulan zakat, mulai dari kurangnya kesadaran umat Islam hingga masih kurangnya sosialisasi.

Meski masih rendahnya pengumpulan zakat dari potensi yang ada, uang zakat yang terkumpul harus lebih difokuskan pada program zakat produktif. Menurut Asnaini (2010),  zakat produktif adalah sebuah pemberian atau penyaluran zakat kepada para mustahik dimana zakat tersebut tidak habis sekali pakai (konsumtif) akan tetapi digunakan untuk mengembangkan usaha mereka sehingga dapat membuat para penerimanya mendapatkan penghasilan secara terus menerus tanpa bergantung kepada orang lain dengan harta zakat yang diterimanya. Dengan demikian, program zakat produktif ini diharakan mampu mengubah status dari mustahik (penerima zakat) menjadi muzakki (pemberi zakat).

Dengan kata lain, program zakat produktif diibaratkan pemberian kail (pancing) kepada nelayan, bukannya memberi ikan. Sehingga, para mustahik zakat benar-benar diberdayakan ekonominya, guna terwujudnya kemandirian masyarakat miskin. Program zakat produktif ini lebih bersifat jangka panjang, karena perlu pembinaan secara berkelanjutan, dimulai dengan pelatihan keterampilan, baik pelatihan keahlian khusus maupun pelatihan pengelolaan keuangan, hingga pencarian pasar. sementara itu dalam jangka pendek, perlu juga disandingkan antara zakat produktif dengan zakat konsumtif. Mengingat, kaum duafa juga memerlukan kebutuhan pokok yang sangat mendesak, khususnya bahan pangan.

Menurut Ali (1988) sebagaimana dikutip oleh Rosadi (2015), menyebutkan bahwa beberapa bentuk pendayagunaan untuk pemberdayaan mustahik zakat, yaitu antara lain: (1) pendayagunaan dalam bentuk pemberian bantuan uang sebagai modal kerja usaha mikro dalam meningkatkan kapasitas dan mutu produksi usahanya; (2) pendayagunaan yang kreatif, maksudnya penyaluran dalam bentuk alat-alat sekolah dan beasiswa dan lain-lain; (3) dukungan kepada mitra binaan untuk berperan serta dalam berbagai upaya untuk pemberdayaan usaha mikro dan pembangunan sebuah proyek; (4) penyediaan pendamping lapangan untuk menjamin keberlanjutan usaha, misalnya pendampingan usaha yang mengembangkan usaha mikro dalam bentuk alih pengetahuan, keterampilan dan informasi; dan (5) pembangunan industri untuk pemberdayaan yang ditujukan bagi masyarakat mustahik melalui program-program yang bertujuan yakni penciptaan lapangan kerja, peningkatan usaha, pelatihan, pembentukan organisasi.

Salah satu pegiat zakat produktif adalah Dompet Duafa, terutama program penyelenggaran pendidikan yang sangat berkaulitas. Hal ini dicerminkan dengan banyaknya alumni SMART Ekselensia Indonesia yang masuk ke jajaran perguruan tinggi Negara di tanah air. Sebagai penutup, zakat di Indonesia selama ini digunakan untuk zakat konsumtif dan zakat produktif. Kedepan, zakat produktif harus lebih digalakkan demi mewujudkan kemandirian kaum duafa, dari mustahik menjadi muzakii. Akankah cita-cita suci zakat produktif tersebut dapat diwujudkan?? Semoga zakatnesia menjadi harapan di tengah ketidakberdayaan program pemberdayaan umat.

baner

Oleh: ikanbijak | Mei 15, 2016

Menapaki Eksotisme Bukit Pulau Padar

“Padar “, adalah salah satu pulau di Gugusan Pulau Komodo yang akhir-akhir ini menjadi salah satu objek wisata yang menjadi trending topic dikalangan traveller. Mengingat, Pulau Komodo hanya dikenal sebagai tempat hidupnya hewan purba yang endemik di gugusan pulau ini, yaitu Komodo (Varanus Komodoensis). Perbincangan traveller tentang Pulau Padar, yang secara administratif terletak di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur ini menggiring para wisatawan baik domestic maupun luar negeri tercermin dari antrian perahu yang merapat. Tidak hanya itu, mulai dari matahari yang akan menampakkan dirinya, hingga matahari kembali ke peraduan di ufuk barat, pengunjung seakang-akan mengantri untuk terus menapaki perbukitan Pulau Padar.

Saat itu, tepat jam 16.00 WIT perahu yang kami tumpangi secara perlahan mulai memasuki teluk Pulau Padar. Seakan-akan kehilangan momen, tanpa perlu membuang waktu, sang nakhoda menurunkan perahu kecil untuk menyeberangkan kami. Hal ini dikarenakan ketiadaan sarana tambat labuh bagi pengunjung Pulau Padar. Setiba di pantai, perlengkapan fotografi pun saya panggul untuk menaiki bukit kecil Pulau Padar. Hal ini demi mengabadikan momen detik-detik terbenamnya matahari. Tanpa ragu dan takut, saya bersama teman fotografi dari Komunitas Foto Labuanbajo terus melangkah penuh semangat hingga bukit tertinggi. Meski harus berhenti berkali-kali, akhirnya kami pun tiba pada salah satu bukit yang menurut kami sudah tepat untuk merekam indahnya Pulau Padar.

Bagi yang kurang berolahraga, perbukitan Pulau Padar akan cukup menguras tenaga. Oleh karenanya, jangan melupakan air mineral, karena peluh akan terkuras banyak di pulau ini. Di atas perbukitan, laut biru menghampar laksana permadani yang diatasnya terbentang bukit kecoklatan sangat kontras dan penuh eksotis. Mengingat, saat itu musim kemarau sehingga dedaunan berubah warna dari hijau menjadi coklat.

Setelah merekam sunset, kami bergegas turun karena hanya pulau akan sangat gelap gulita. Untungnya, lampu senter telah kami siapkan sebagai alat bantu untuk menuruni perbukitan. Meski telah menyaksikan indahnya matahari terbenam, kami tidak bergegas pulang ke Labuanbajo, melainkan mengingat di atas kapal guna menyaksikan kembali momen matahari terbit di atas perbukitan. Oleh karenanya, tepat jam 05.00 WIT, kami pun kembali menaiki perbukitan dengan penuh harap. Tidak perlu waktu lama, karena sudah tahu jalan untuk menaikinya. Setiba di atas bukit, terlihat beberapa kapal pengunjung berdatangan untuk menyaksikan indahnya Pulau Padar yang sangat indah.

Sungguh suatu pengalaman yang tidak akan terlupakan. Menaiki perbukitan Pulau Padar bersama keluarga besar Komunitas Fotografi Labuanbajo (KFL). Ayo, kunjungi gugusan pulau-pulau kecil di Kepulauan Komodo.

Pengalaman tahun lalu menjadi pembelajaran berharga dalam mengelilingi Pulau Lombok. Betapa tidak, keinginan untuk menikmati keindahan pesisir, bukit dan budaya Pulau Lombok pupus sudah. Saat itu, mobil yang saya naiki minibus kecil yang tidak mampu menembus jalalan pelosok Pulau Lombok yang hanya kerikil, batu karang dan juga tanah merah (lempung). Kondisi inilah yang dikeluhkan driver yang membawa saya berkeliling Pulau Lombok. Alhasil, hanya beberapa lokasi yang berhasil saya abadikan lewat kamera kesayangan.

Untuk itu, dalam menaklukan jalanan yang dikeluhkan driver demi menikmati indahnya Pulau Lombok secara utuh, kali ini saya meminta rental langganan untuk menyiapkan mobil sport yang terkenal tangguh disegala medan. Sang pengelola pun menyodorkan Nissan X-Trail, karena jenis Mobil SUV Tangguh dan Sporty Terbaik.

Perjalanan yang saya lakukan kali ini hampir sama dengan tahun yang lalu, dimana lokasi pertama yang harus dikunjungi adalah Pantai Sire Medane-Lombok Barat, dimana kita bisa menyaksikan dan mengabadikan matahari terbit (sunrise). Setelah menikmati indahnya suasana pantai dengan latar belakang Gunung Rinjani, perjalanan dilanjutkan menuju Mesjid Kuno Bayan Beleq di Lombok Utara yang merupakan mesjid pertama dan tertua di Bumi Seribu Mesjid. Disini, kita tidak hanya bisa menyaksikan mesjid tua, akan tetapi juga perkampungan adat. Objek human interest saya abadikan dengan cermat di lokasi ini.

Tidak jauh dari lokasi Mesjid Kuno, saya menikmati indahnya air terjun Sendang Gila yang terletak di ketinggian 600 m di atas permukaan laut (dpl) dan memiliki ketinggian kurang lebih 31 meter. Setelah itu, perjalanan saya lanjutkan memutar ke arah timur dengan membelah kawasan perbukitan yang dikenal dengan Bukit Sembalun. Disini, kita bisa menyaksikan perkampungan yang berada di bawah yang diapt oleh dua bukit. Agar bisa makan siang di Lombok Timur, maka perjalanan harus segera dilanjutkan ke arah Pantai Pink-Lombok Timur. Disebut Pantai Pink, karena pasirnya berwarna pink yang disebabkan oleh terjadinya pelapukan kayu cendana yang kemudian bercampur dengan pasir. Romantisme Pantai Pink saya abadikan dengan lensa lebar guna mendapatkan gambaran yang utuh tentang pasir yang unik dengan hamparan pantai yang jernih serta diapit oleh perbukitan. Sungguh kombinasi keindahan alam yang patut disyukuri.

Ketika matahari berada tepat di sekitar kepala, saya harus segera bergerak menuju Pantai Tanjung Aan-Lombok Tengah yang merupakan kombinasi pasir putih dengan bebatuan besar dan laut biru. Disini, kita bisa melihat turis asing bermain kayak di laut biru. Tidak jauh dari Tanjung Aan, saya melanjutkan perjalanan ke Pantai Kuta. Pantai ini memiliki keunikan pasir, dimana pasirnya bulat-bulat sebesar buah merica atau lada. Selain menikmati keunikan pasir, pengunjung bisa menyaksikan bukit kura-kura, karena bentuknya menyerupai hewan kura-kura. Dari pantai ini, saya melanjutkan ke Pantai Mawun, salah satu pantai favorit turis asing, karena pantai ini sangat bersih, air laut yang jernih dan teduh karena pantai ini diapit oleh dua tanjung yang berdekatan. Perairan dangkal dengan air laut biru toska, mengundang setiap pengunjung untuk berenang. Masih di Lombok Tengah, saya melanjutkan perjalanan menuju Pantai Selong Blanak, pantai inilah yang belum bisa saya ceritakan karena belum sempat dikunjungi. Namun menurut penuturan driver, pantai ini tidak kalah dengan pantai-pantai yang ada di Lombok Tengah.

Setelah menikmati keindahan alam, mumpung masih di Lombok Tengah, saya berkunjung ke Desa Adat Sade. Disini, saya mengabadikan kehidupan masyarakat adat dengan ke-khas-an kain tenun Lombok yang fenomenal. Bangunan-bangunan rumah adat Lombok yang khas, bisa kita saksikan di perkampungan ini. tidak memerlukan waktu lama, karena perkampungan adat tidak luas, saya melanjutkan perjalanan ke Pantai Malimbu-Lombok Barat guna menikmati indahnya detik-detik matahari tenggelam (sunset). Disini, sebelum matahari tenggelam, kita bisa menyaksikan warna orange yang sangat dominan di ufuk barat. Jangan berhenti sampai sini, tunggulah beberapa menit setelah matahari tenggelam, kita dapat menyaksikan twilight dengan warna kebiru-biruan akibat pantulan cahaya matahari.

PT. Nissan Motor Indonesia selaku produsen mobil bermerek NISSAN menghadirkan juga kendaraan model luxury yaitu INFINITI. Mobil Infiniti menawarkan berbagai kemewahan, kenyamanan, teknologi tinggi dan fitur terlengkap yang akan memanjakan Anda

Oleh: ikanbijak | Januari 31, 2016

Menikmati Wisata Bahari di Pulau Umang

Dermaga Pulau Umang

dermaga Pulau Umang

Umang atau kumang adalah binatang laut yang sering dijadikan mainan oleh anak-anak dengan cat berwarna-warni. Bentuk bangunan yang bulat di Pulau Umang adalah penggambaran atas nama Pulau Umang, salah satu pulau kecil di ujung tanah Jawa, tepatnya di Kabupaten Pandeglang, Banten. Kini, pulau kecil ini disulap menjadi objek wisata yang sudah menasional, yang dicerminkan tiap weekend banyak dikunjungi wisatawan, khususnya mereka yang tinggal di seputaran jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Pukul 09.00 WIB kami tiba di dermaga penyeberangan Pantai Sumur-Pulau Umang, dimana kami melaporkan terlebih dahulu kepada petugas darat untuk berkunjung ke Pulau Umang. Biayanya cukup murah, yaitu Rp 100.000 (seratus ribu rupiah) per trip (bolak-balik) dengan mendapatkan fasilitas wellcome drink. Perahu bergerak lambat, karena memang tidak membutuhkan waktu lama untuk menyebrang. Saat itu, matahari matahari bersinar terik, tanpa ada kumpulan awan yang coba menghalanginya. Tentu saja, ini memasuki bulan Agustus yang biasanya langit jarang menurunkan hujan alias musim kemarau, sehingga ditemukan kumpulan awan tipis dengan latar belakang hamparan langit biru.

Karena bulan Agustus mulai berhembus angin selatan, maka angin berhembus kuat dan menciptakan arus laut yang mampu mengombang-ambingkan perahu sampan yang kami tumpangi. Namun sebagai anak pantai, kami sekeluarga sudah terbiasa, dan tidak perlu takut, kecuali musim barat yang terjadi pada bulan November-Februari, yang angin serta ombaknya mampu menenggelamkan kapal.

Tidak lebih dari 20 menit, kami berhasil menginjakkan kaki di Pulau Umang. Ketika menginjakkan kaki di dermaga pulau ini, terlihat para wisatawan sedang berenang di kolam renang yang terdapat di depan bangunan berbentuk kumang berwarna putih, salah satu ikon pulau ini. Pola bangunan cottage di Pulau Umang tersebar mengelilingi pinggiran pulau, dimana diantara bangunan cottage tersebut terdapat bangunan kecil beratapkan ijuk sebagai sarana berteduh untuk menikmati keindahan pulau.

Dengan luasan yang hanya 5 hektar, pengunjung tidak memerlukan waktu lama untuk berkeliling. Bagi mereka yang tidak tahan panas, pengelola membuatkan jogging track yang mengeliling pulau yang dinaungi pepohonan vegetasi pantai, sehingga suanana teduh dan nyaman melupakan perjalanan berkeliling pulau.

Menjelang waktu magrib, disinilah lokasi terbaik untuk menikmati detik-detik matahari tenggelam (sunset), dimana matahari lenyap ditelah laut yang meninggalkan warna orange di ufuk barat, yang beberapa menit kemudian menghasilkan warna biru yang sangat indah (blue hour). Disinilah momen terbaik bagi para fotografer untuk mengabadikan fenomena alam yang jamak terjadi. Sementara itu, tidak jauh dari Pulau Umang terdapat Pulau Oar yang menjadi lokasi favorit untuk berenang dan snorkeling, serta menikmati fasilitas wisata banana boat berkeliling pulau.

Hamparan PAsir Pulau Oar

Oleh: ikanbijak | Januari 30, 2016

Mau Jadi Penulis, Harus Banyak Membaca

IMG_6127Sadarkah kita, pada dasarnya kita adalah penulis ? Betapa tidak, sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) atau bahkan Taman Kanak-Kanak (TK), kita telah dikenalkan dunia tulis-menulis. Oleh karenanya, tidak ada alasan kalau kita tidak bisa menulis. Namun demikian, meski kegiatan tulis-menulis sudah dikenalkan sejak dini, selalu saja ada keluhan bahwa ”menulis itu susah”.

Ironisnya, keluh-kesah seperti itu terlontar juga dari seorang mahasiswa pascasarjana, yang notabene telah berkecimpung dengan dunia tulis-menulis (baca: pendidikan) selama 16 tahun lebih (SD 6 tahun, SMP 3 tahun, SMA 3 tahun, S1 sekitar 4 tahun). Keluh-kesah tersebut terlontar ketika mereka melihat beberapa tulisan saya yang dimuat di beberapa media cetak, khususnya koran Pikiran Rakyat. Pertanyaan mereka waktu itu, ”Kok bisa sih tulisannya dimuat Pikiran Rakyat, bagaimana caranya?” Sejak saat itulah saya didaulat untuk mengajarkan penulisan artikel opini di lingkungan mahasiswa pascasarjana, khususnya teman-teman sekelas. Benarkah menulis itu susah?

Memang, bagi penulis pemula, menulis itu ”gampang-gampang susah”. Dikatakan gampang, karena kita selalu melakukan aktivitas menulis sebagaimana yang saya paparkan diatas. Sewaktu SD, sebagian diantara kita adalah penulis catatan harian (diary), puisi dan lain sebagainya. Begitu juga ketika di SMP-SMA, beberapa diantara kita adalah penulis Majalah Dinding (Mading), tugas-tugas laporan hingga karya ilmiah. Sementara dikatakan susah, penulis pemula akan dihadapkan pada bagaimana susahnya menuliskan kalimat pertama. Lebih dari itu, ketika sedang enak-enaknya menulis, ditengah jalan dihadapkan pada writer block, dimana penulis mengalami kebuntuan mau menulis apa lagi.

Namun demikian, menjadi penulis banyak sekali manfaatnya, yang oleh penulis jadikan sebagai motivasi untuk terus menulis. Motivasi inilah yang akan menjadi penyemangat dikala kita dihadapkan pada berbagai belenggu menulis. Adapun beberapa motivasi saya menjadi penulis diantaranya yaitu: menambah pengetahuan, berbagi informasi, ungkapan peraan hati dan pikiran, melatih pola pikir lebih sistematis, sumber pendapatan, dan popularitas.

 

Menambah Pengetahuan (Knowledge)

Ketika saya akan memulai menjadi penulis, guru saya langsung bertanya, sudah berapa buku yang kamu baca? Awalnya saya bingung, apakah ada hubungan antara menulis dan membaca. Setelah itu beliau langsung meminjamkan beberapa bukunya dalam rangka meningkatkan tabungan kosakata saya. Hal ini dikarenakan, menulis adalah saudara kandung membaca, sehingga seorang penulis senantiasa akan selalu membutuhkan bahan bacaan atau literatur. Dalam menjawab rasa penasaran dan permasalahan, tentu dibutuhkan sumber bacaan. Interaksi dengan bahan bacaan inilah yang akan menambah pengetahuan seorang penulis. Lebih dari itu, banyaknya kosakata yang dimiliki oleh seseorang akan mempengaruhi kualitas suatu tulisan. Untuk memperkaya pengetahuan, sekarang penerbit berkualitas, salah satunya www.StilettoBook.com, yang merupakan Penerbit Buku Perempuan.

 

Berbagi Informasi (Sharing)

Ketika saya mengikuti pelatihan menulis, tiba-tiba keluar penyataan yang menggelitik, disebutkan bahwa ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang tanpa dibagikan kepada orang lain, khususnya melalui sebuah tulisan adalah ”mansturbasi intelektual”. Artinya, pengetahuan tersebut hanya dinikmati sendirian atau dirinyalah yang tahu. Oleh karena itu, dalam rangka berbagi informasi itulah saya mendeklarasikan diri, bahwa saya harus menjadi penulis, karena dengan tulisanlah saya bisa berbagi ilmu pengetahuan dengan masyarakat luas.

 

Ungkapan Perasaan Hati dan Pikiran (Self Expression)

Menulis adalah kegiatan mencurahkan perasaan atau pikiran, sehingga dapat dikatakan bahwa menulis adalah proses melepaskan unek-unek yang mengendap dalam hati atau pikiran kita. Setidaknya itulah yang saya rasakan, ketika masih aktif di beberapa organisasi kampus, saya diposisikan sebagai pembuat pamflet dan opini publik yang disebar ketika aksi demonstrasi berlangsung. Kepuasaan saya waktu itu adalah, tersampaikannya perasaan dan pikiran dalam memperjuangkan hak-hak yang terabaikan.

 

Melatih Pola Pikir Lebih Sistematis

Pernahkah kalian dipusingkan oleh narasumber atau pembicara pada suatu seminar yang kalimatnya loncat-loncat atau susah untuk dipahami ? Kalau pernah, berarti kalian berhadapan dengan salah seorang bukan penulis. Mengingat, penulis yang baik, bahasa dan pola pikirnya akan tertata secara sistematis. Pola pikir sistematis akan terlatih dalam proses menulis. Hal ini dikarenakan, ketika kita menulis, kita memiliki kesempatan mengedit tulisan yang loncat-loncat atau berantakan menjadi tulisan yang mudah dipahami.

 

Sumber Pendapatan (income)

Dibandingkan dengan profesi lainnya, penulis belum dianggap sebagai profesi yang menjanjikan. Hal ini dikarenakan, seorang penulis tidak bisa meraup uang banyak dalam jangka waktu yang singkat. Selain itu, kurangnya minat menjadi penulis disebabkan oleh rendahnya penghargaan terhadap profesi ini. Namun demikian, seiring dengan bermunculannya penulis yang kaya mendadak seperti Andrea Hirata dan Habiburahman El Shirazy, kelas-kelas atau sekolah-sekolah menulis di berbagai daerah semakin dipenuhi oleh calon penulis.

Sementara itu, honor tulisan dari media cetak tidak bisa dinafikan. Hal ini dikarenakan, honor menulis di media cetak mampu membantu saya lulus sarjana (S1) dan magister (S2). Bisa dibayangkan, apabila satu artikel opini dihargai Rp 250.000 – Rp 300.000, maka dalam satu bulan dimuat 10 artikel, kita sudah mendapatkan Rp 2.500.000 – Rp 3.000.000. Setidaknya pengalaman itulah yang saya rasakan dari honor menulis di media cetak. Bahkan, apabila kita diminta menulis oleh salah satu redaktur karena ada momen tertentu, maka tidak jarang media cetak tersebut mengganjar kita dengan harga Rp 500.000 – Rp 1 juta untuk satu artikel. Enak bukan menjadi seorang penulis

 

Popularitas (Personal Branding)

Benarkah menulis mampu menjadikan seseorang menjadi populer ? Jawabannya iya, karena tulisan yang dimuat di media cetak merupakan media promosi diri atau membangun citra diri (self image). Dalam jangka panjang, mau tidak mau penulis tersebut akan semakin terkenal. Sebagai seorang penulis, keuntungan popularitas adalah akan mempermudah penerbitan karya-karyanya dikemudian hari. Bahkan, tidak jarang penerbit akan menyodorkan kontrak eksklusif. Goenawan Mohamad misalnya, tulisan ”Catatan Pinggirannya” selalu menghiasi kolom belakang pada Majalah Tempo.

Selain itu, popularitas akan memberikan keuntungan lanjutan bagi penulis dalam mendapatkan penghasilan tambahan. Hal ini diperoleh dari undangan menjadi narasumber pada sebuah seminar, pelatihan, konsultan, dan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan keahliannya.

Motivasi yang telah dipaparkan diatas adalah yang saya alami, bagaimana dengan kalian ? Silahkan cari sendiri, motivasi apakah yang sekiranya menjadikan kalian sebagai penulis hebat. Mengingat, setiap pribadi memiliki cita-cita dan motivasinya sendiri-sendiri. Namun kunci utama menulis, adalah seberapa banyak kita telah membaca buku atau sumber bacaan lainnya. Marilah mulai dengan membaca, karena membaca adalah langkah awal untuk menjadi seorang penulis.

index

 

Oleh: ikanbijak | Oktober 31, 2015

Menuju Generasi Pembeli Cerdas

Bencana asap yang melanda Pulau Sumatera dan sebagian Pulau Kalimantan beberapa bulan terakhir, tidak dapat dilepaskan dari budaya konsumen yang tidak peka terhadap lingkungan (baca: tidak cerdas). Hal ini dikarenakan tingginya permintaan terhadap minyak goreng, sehingga pelaku usaha kelapa sawit melakukan perluasan lahan secara masif. Betapa tidak, oknum pengusaha kelapa sawit yang sudah mendapatkan izin usaha, melakukaan pembukaan lahan dengan cara pembakaran hutan. Suatu cara yang mudah dan murah, bagi mereka yang “berotak” picik.

Dengan demikian, perlawanan terhadap bencana asap tidak hanya mengandalkan pemerintah dengan instrumen hukumnya, akan tetapi juga perlu pendekatan soft melalui pasar dari segenap warga Indonesia. Untuk itu, guna mewujudkan Indonesia bebas asap di masa yang akan datang, khususnya Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, maka kita harus kompak menjadi “pembeli cerdas”.

Dampak Keserakahan Sawit

Sawit merupakan salah satu primadona hasil perkebunan Indonesia. Tahun 2005 misalnya, Malaysia dan Indonesia ditetapkan sebagai produsen CPO (Crude Palm Oil) terbesar di dunia. Hal ini sebagaimana laporan Oil World (2005), bahwa Indonesia dan Malaysia masing-masing memasok produksi kelapa sawit dunia sebesar 43 persen dan 44 persen. Namun demikian, mulai tahun 2006 hingga saat ini, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, kemudian disusul Malaysia di urutan kedua (Sagala dan Simangunson, 2011).

Oleh karenanya sangat wajar, bila Indonesia dalam siaga bencana asap sebagaimana dipaparkan di atas, terutama wilayah Sumatera dan Kalimantan. Mengingat, produksi kelapa sawit Indonesia didominasi oleh kedua pulau tersebut. Pada tahun 2013, BPS melaporkan bahwa produksi kelapa sawit Indonesia mencapai 26.015.000,52 ton. Dari total produksi tersebut, Sumatera menempati urutan pertama dengan angka produksi mencapai 17.933.000,72 ton (68,93 persen) dan Kalimantan mencapai 7.320.000,37 ton (28,14 persen).   Jika digabung, maka kedua pulau tersebut menyumbang 97,07 persen produksi kelapa sawit Indonesia. Jadi, selama perkembangan perkebunan kelapa sawit tidak dikendalikan secara bijak, maka sampai kapanpun bencana asap akan menjadi bagian dari kehidupan kita.

Bencana asap tahun ini disebut paling parah diantara tahun-tahun sebelumnya. Meskipun tidak diketahui berapa jumlah orang yang meninggal dan yang sakit, namun dapat dipastikan bagi warga yang terpapar asap berbulan-bulan mengakibatkan mereka terancam gangguan pernafasan dalam jangka panjang. Sungguh derita yang tidak termaafkan.

Sementara itu, Pulau Sumatera dan Kalimantan yang kaya akan keanekaragaman hayati, terancam kehilangan warisan yang tak ternilai. Sebut saja gajah Sumatera dan orang utan. Kedua hewan tersebut adalah binatang endemic yang sangat tak ternilai, yang akan menjadi korban berikutnya. Entah korban apalagi yang akan terjadi, bila bencana asap akibat keserekahan oknum pengusaha perkebunana kelapa sawit yang picik.

Menuju Konsumen Cerdas

Berdasarkan besarnya dampak yang ditimbulkan akibat usaha kelapa sawit yang merusak tersebut, maka sudah saatnya kita menjadi konsumen yang cerdas. Hal ini sebagai bentuk perlawanan pasar terhadap keserakahan dan kepicikan oknum pengusaha perkebunan kelapa sawit.

Salah satu upaya untuk menekan laju kerusakan yang ditimbulkan usaha perkebunan kelapa sawit, maka dicetuskankanlah Sustainable Palm Oil (SPO) yang disusun oleh pemangku kepentingan dari tujuh sektor industri minyak sawit. Dalam SPO tersebut, ditetapkan prinsip dan kriteria yang akan dipersyaratkan penerapannya oleh perkebunan kelapa sawit yang mengekspor CPO. Para pemangku kepentingan membentuk organisasi yang khusus mengurus SPO, yang kemudian diberi nama Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Adapun para pemangku kepentingan RSPO, yaitu: produsen kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, produsen barang-barang konsumen, pengecer, bank dan investor, LSM baik LSM pelestarian lingkungan atau konservasi alam, maupun sosial. Melalui RSPO inilah nantinya para perusahaan perkebunan kelapa sawit harus mendapatkan sertifikasi kelayakan usaha mereka yang harus sesusai dengan prinsip dan kriteia yang tertuang dalam SPO.

Sebagai penutup, penulis mengajak segenap warga Indonesia untuk menjadi pembeli cerdas dengan cara membeli produk minyak goreng sawit yang memiliki logo RSPO. Untuk itu, ke depan, Pemerintah Indonesia harus bekerjasama dengan para pemangku kepentingan mengajak para pelaku usaha perkebunan kelapa sawit melaksanakan prinsip dan kriteria yang tertuang dalam SPO. Selain itu, sosialisasi kepada konsumen harus dilakukan secara terus menerus sebagai bentuk kampanye perlawanan terhadap keserakahan perusahaan kelapa sawit. Akankah kita bebas bencana asap? Semoga.

Oleh: ikanbijak | Oktober 31, 2015

Menampung Air

Masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil sangat menggantungkan dari air hujan, oleh karena itu diperlukan penyulingan air bersih, yang dananya bersumber dari pemerintah dan CSR

Menunggu air bersih dari hujan

Menunggu air bersih dari hujan

Older Posts »

Kategori